Senin, 18 Januari 2016

KRITIK ARSITEKTUR - Kritik Arsitektur Dalam Konteks Arsitektur Kota pada Jalan Margonda Raya (Juanda-Tugu Jam), Depok

Robby Refhandri
26312645

ABSTRAKSI

Kritik dalam Arsitektur merupakan salah satu aspek yang paling dalam perkembangan arsitektur. Kritik arsitektur sudah ada sejak zaman dahulu yang menyebabkan terus berkembanganya arsitektur itu sendiri. Perkembangan dari masa Renaissance hingga ke masa dimana sering disebut masa arsitektur Post-Modern ini tidak lepas dari berbagai kritik yang terjadi yang menyebabkan terjadinya perubahan. Kritik arsitektur dalam konteks arsitektur Kota diartikan sebagai kritik yang diberikan untuk mendeskripsikan suata permasalahan atau hal lainnya yang terkait dengan sebuah kawasan Perkotaan. Hal tersebut bisa dari bentuk kota, sarana dan prasarana yang memfasilitasi kota tersebut, perkembangan kota itu sendiri, dan lain – lain. Beberapa jenis kritik arsitektur yakni Kritik Normatif, Kritik Interpratif, Kritik Impression, dan Kritik Deskriptif. Kritik pada penulisan ini mengambil sedikit dari kritik Interpretif. Kritik berkaitan dengan arsitektur kota Depok, khususnya areal Margonda Raya. Fokus isu yang diambil adalah pedestrian dan Jalan Raya. Kritik dalam konteks arsitektur kota menyangkut segala aspek arsitektur mulai dari elemen material, elemen estetis, dan juga tak lepas dari fungsinya. Penulisan yang dilakukan tidak hanya untuk kritik belaka, namun memberikan sebuah gambaran solusi dari isu yang ada pada tulisan ini.

PENDAHULUAN

1.1.  LATAR BELAKANG

Kritik dalam Arsitektur merupakan salah satu aspek yang paling dalam perkembangan arsitektur. Kritik arsitektur sudah ada sejak zaman dahulu yang menyebabkan terus berkembanganya arsitektur itu sendiri. Perkembangan dari masa Renaissance hingga ke masa dimana sering disebut masa arsitektur Post-Modern ini tidak lepas dari berbagai kritik yang terjadi yang menyebabkan terjadinya perubahan
            Kritik arsitektur dalam konteks arsitektur Kota diartikan sebagai kritik yang diberikan untuk mendeskripsikan suata permasalahan atau hal lainnya yang terkait dengan sebuah kawasan Perkotaan. Hal tersebut bisa dari bentuk kota, sarana dan prasarana yang memfasilitasi kota tersebut, perkembangan kota itu sendiri, dan lain – lain.
            Kota Depok merupakan salah satu kota di Indonesia yang termasuk kota berkembang. Kota Depok sekarang sedang mengalami fase pembangunan yang cukup intens. Sebagai contohnya kota Depok sudah mulai membangun bangunan hunian vertikal seperti Apartmen Taman Melati, Apartment Margonda Residence, Atlanta, dan sebagainya. Padahal pada masa lalu, Depok tidak memiliki gedung – gedung vertikal yang tinggi seperti sekarang. Pembangunan ini banyak terjadi di sepanjang Jalan Margonda Raya yang merupakan jalan utama dan terbesar yang ada di Kota Depok
            Kritik Arsitektur pada kawasan Jalan Margonda Raya di Depok ini dilakukan untuk memberikan sebuah pendapat dari pengamatan individu terhadap aspek arsitektur kota Depok, mulai dari bangunan, jalan, fasilitas, dan sebagainya. Kritik ini diharapkan dapat membawa pengetahuan lebih luas tentang permasalahan kota yang ada di Kota Depok khususnya di sekitar Jalan Margonda Raya dengan fokus mulai dari Persimpangan Jalan Juanda-Margonda Raya hingga Tugu Jam sebagai ujung jalan Margonda Raya.

1.2. PERMASALAHAN
a.    Apa yang dimaksud dengan Kritik Arsitektur yang menyangkut hal tentang arsitektur kota ?
b.    Apa yang menjadi permasalahan Kota Depok dalam konteks pembangunan dan arsitektur Kota?
c.    Bagaimana cara mengatasi permasalahan kota yang ada pada Kota Depok khususnya di areal Jalan Margonda Raya 

1.3.  TUJUAN
Tujuan penulisan ini sebatas memberikan kritik serta pembahasan dan solusinya dari pandangan pribadi tentang Kota Depok khususnya pada areal Jalan Margonda Raya. Solusi yang didapat diharapkan bisa menjadi bahan pembelajaran perkembangan sebuah kota.

1.4.  MANFAAT
a.    Menambah wawasan tentang apa saja yang menjadi permasalahan sebuah kota
b. Dapat berguna bagi siapa saja yang ingin mengetahui beberapa permasalahan serta solusinya yang terkait perkembangan arsitektur Kota Depok khususnya Jalan Margonda Raya

1.5. METODE
Metode yang dipakai untuk kritik arsitektur ini adalah Kritik Interpretif dimana kritik ini bersifat personal dan tidak memiliki sifat doktrin, atau sebagainya. Untuk metode penulisan menggunakan metode deskriptif.

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1         2.1.  KRITIK ARSITEKTUR

Kritik adalah masalah penganalisaan dan pengevaluasian sesuatu dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu memperbaiki pekerjaan.

Jenis – Jenis Metode Kritik :

1. Kritik Normatif

Adanya keyakinan bahwa dilingkungan dunia manapun, bangunan dan wilayah perkotaan selalu dibangun melalui suatu model, pola standar, atau sandaran sebagai sebuah prinsip.

Kritik Normatif ini dibagi menjadi beberapa metode yaitu :
a. Metode Doktrin, satu norma yang bersifat general, pernyataan prinsip yang tak terukur.
b. Metode Sistemik, suatu norma penyusunan elemen – elemen yang saling berkaitan untuk satu tujuan
c. Metode Tipikal, suatu norma yang didasarkan pada model yang digeneralisasi untuk satu kategori bangunan spesifik
d. Metode Terukur, sekumpulan dugaan yang mampu mendefinisikan bangunan dengan baik secara kuantitatif.

2. Kritik Interpretif

Bentuk kritik cenderung subjektif namun tanpa ditunggangi oleh klaim doktrin, klaim objektifitas melalui pengukuran yang terevaluasi. Bertujuan Mempengaruhi pandangan orang lain untuk bisa memandang sebagai mana yang kita lihat

Ada 3 Teknik kritik Interpretif yaitu :


a. Advocatory
- Tidak diposisikan sebagai bentuk penghakiman
- Sekedar anjuran yang mencoba bekerja dengan penjelasan lebih terperin
- Menyajikan satu arah topic yang dipandang perlu kita perhatikan secara bersama terhadap bangunan
- Tidak mengarah pada upaya memandang rendah orang lain

b. Evocative
- Mennggugah pengalaman intelektual atas makna yang terkandung pada sebuah bangunan
- Tidak menyajikan argumentasi rasional dalam menilai bngunan
- Tidak dilihat benar atau salah, tetapi mengungkap makna melalui pengalaman ruang yang dirasakan.
- Mendorong orang lain untuk turut membangkitkan emosi yang serupa sebagai mana kritikus.

3. Kritik Imperssion

Kritik impressionistic dapat berbentuk :
- Verbal Discourse, Narasi verbal puisi atau prosa
- Caligramme, paduan kata membentuk siluet
- Painting, Lukisan
- Photo Image, gambar/foto
- Modification of Building, modifikasi bagnunan
- Cartoon, fokus pada bagian bangunan sebagai lelucon

4. Kritik Deskriptif

Kritik deskriptif tampak lebih nyata disbanding metode kritik lain. Lebih bertujuan pada kenyataan bahwa juka kita tahu apa yang sesungguhnya suatu kejadian dan proses kejadiannya maka kita dapat lebih mudah memahami makna sebuah bangunan. Metode ini tidak dipandang sebagai bentuk to judge atau interprete.

Jenis metoda kritik Deskriptif :

a. Depictive Criticsm
    -Static (Grafis)
    -Dynamic (Verball)
    -Process (Prosedural)

b. Biograpichal Ceriticsm (Riwayat Hidup)

c. Contextual Critism (Peristiwa)



             2.2.  KOTA DEPOK

Kota Depok adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini terletak tepat di selatan Jakarta, yakni antara Jakarta-Bogor.

Secara geografis Kota Depok terletak pada koordinat 6o 19’ 00” – 6o 28’ 00” Lintang Selatan dan 106o 43’ 00” – 106o 55’ 30” Bujur Timur. Secara geografis, Kota Depok berbatasan langsung dengan Kota Jakarta atau berada dalam lingkungan wilayah Jabotabek.

Bentang alam Kota Depok dari Selatan ke Utara merupakan daerah dataran rendah – perbukitan bergelombang lemah, dengan elevasi antara 50 – 140 meter diatas permukaan laut dan kemiringan lerengnya kurang dari 15%. Kota Depok sebagai wilayah termuda di Jawa Barat, mempunyai luas wilayah sekitar 200,29 km2.

Kondisi geografisnya dialiri oleh sungai-sungai besar yaitu Sungai Ciliwung dan Cisadane serta 13 sub Satuan Wilayah Aliran Sungai. Disamping itu terdapat pula 25 situ. Data luas situ pada tahun 2005 sebesar 169,68 Ha, dengan kualitas air rata-rata buruk akibat tercemar.

Kondisi topografi berupa dataran rendah bergelombang dengan kemiringan lereng yang landai menyebabkan masalah banjir di beberapa wilayah, terutama kawasan cekungan antara beberapa sungai yang mengalir dari selatan menuju utara: Kali Angke, Sungai Ciliwung, Sungai Pesanggrahan dan Kali Cikeas

Sumber Daya Lahan Kota Depok mengalami tekanan sejalan dengan perkembangan kota yang sedemikian pesat. Sebagaimana kita ketahui berdasarkan data analisis Revisi RTRW Kota Depok (2000-2010) dalam pemanfaatan ruang kota, kawasan pemukiman pada tahun 2005 mencapai 8.915.09 ha (44,31%) dari total pemanfaatan ruang Kota Depok.


Pada tahun 2005 kawasan terbuka hijau tercatat 10.106,14 ha (50,23%) dari luas wilayah Depok atau terjadi penyusutan sebesar 0,93 % dari data tahun 2000. Meningkatnya tutupan permukaan tanah, berdampak terhadap penurunan kondisi alam Kota Depok, terutama disebabkan tekanan dari pemanfaatan lahan untuk kegiatan pemukiman yang mencapai lebih dari 44,31 % dari luas wilayah kota. Sementara luas kawasan terbangun tahun 2005 mencapai 10.013,86 ha (49,77%) dari luas wilayah Kota Depok atau meningkat 3,59 % dari data tahun 2000.

Luas kawasan terbangun sampai dengan tahun 2010 diproyeksikan mencapai 10.720,59 ha (53,28%) atau meningkat 3,63 % dari data tahun 2005. Sementara luas ruang terbuka (hijau) pada tahun 2010 diproyeksikan seluas 9.399,41 ha (46,72%) atau menyusut 3,63 % dari tahun 2005.

Diprediksikan pada tahun 2010, dari 53,28% total luas kawasan terbangun, hampir 45,49% akan tertutup oleh perumahan dan perkampungan. Jasa dan perdagangan akan menutupi 2,96% total luas kota, industri 2,08% total luas kota, pendidikan tinggi 1,49% total luas kota, dan kawasan khusus 1,27% total luas kota. Meningkatnya jumlah tutupan permukaan tanah tersebut, ditambah dengan berubahnya fungsi saluran irigasi menjadi saluran drainase, diprediksikan akan menyebabkan terjadinya genangan dan banjir di beberapa kawasan, yang berdampak terhadap penurunan kondisi Kota Depok.


BAB III

ISI DAN PEMBAHASAN

3.1.  PEMBAHASAN PADA INFRASTRUKTUR KAWASAN JALAN MARGONDA RAYA (Simpang Juanda – Tugu Jam)

Pembahasan untuk kritik arsitektur pada infrastruktur jalan mencakup fasilitas pedestrian dan fasilitas Jalan Raya,

1.    Pedestrian
Pedestrian di sepanjang jalan margonda memiliki dimensi kurang lebih 1.5 m. Dimensi ini sudah mencukupi untuk dimensi pedestrian pada umumnya. Pedestrian berfungsi sebagai area sirkulasi pejalan kaki yang terletak di bahu jalan. Pedestrian di jalan Margonda sendiri saat ini menurut penulis kurang efektif. Selain tampilan pedestrian yang kurang menarik, juga banyak beberapa material pedestrian yang rusak, contohnya ada beberapa yang berlubang. Selain itu, pedestrian di sekitar jalan margonda sendiri tidak jarang dijadikan sebagai areal parkir liar kendaraan bermotor. Hal ini menyebabkan teralihkannya fungsi pedestrian yang sesungguhnya.


Solusi untuk permasalahan pedestrian tersebut menurut analisis pribadi adalah dengan melakukan pemugaran kembali untuk areal pedestrian tersebut. Bisa dengan merenovasi ulang areal pedestrian dengan menggunakan elemen material yang tahan lama seperti beton, paving, dan sebagainya agar kondisi pijakan tidak mudah rusak. Untuk mencegah terjadinya parkir liar, perlu diberi batasan yang jelas mana yang sebagai areal parkir dan mana pedestrian. Untuk tambahan, pedestrian bisa ditambahkan penghijauan agar pejalan kaki bisa merasa teduh saat berjalan di atas pedestrian tersebut dan bisa diberikan beberapa elemen Hardscape seperti bangku taman atau tiang lampu yang berfungsi sebagai tempat istirahat dan penerangan saat malam hari.

2.  Jalan Raya
Jalan disepanjang Jalan Margonda Raya ini sudah bisa dibilang cukup besar untuk dilalui semua jenis kendaraan mulai dari tipe kendaraan roda 2 sampai tipe kendaraan besar seperti bus, truk, dan sebagainya. Permasalahan yang kerap muncul yaitu kemacetan lalu lintas di beberapa titik tertentu seperti di sekitar Plasa Depok, pertigaan Juanda, dan dibeberapa putaran balik yang ada di sepanjang Jalan. Hal ini mungki kerap menjadi pemicu kemacetan yang terjadi di sepanjang Jalan Margonda Raya.
            Pada areal sekitar Plasa Depok sendiri kemacetan mungkin bisa dikaitkan dengan banyaknya angkutan umum yang berhenti sembarangan, padahal sudah ada pembatas khusus untuk mobil angkutan umum. Pada pertigaan jalan Juanda, kemacetan disebabkan karena penumpukan kendaraan di jam tertentur, biasanya saat jam pergi dan pulang kerja, jalan tersebut pasti selalu mengalami kemacetan. Sedangkan untuk putaran balik juga menjadi faktor dimana bisa terjadinya kemacetan dikarenakan volume kendaraan yang terkadang tinggi dan juga kendaraan yang melintang terlalu lama saat berputar di putaran balik tersebut.
            Solusi dalam konteks arsitektur sendiri pada areal tertentu yang sering dilewati angkutan atau penyebrang jalan, diberi sebuah tempat khusus yang lebih efisian dibanding sebatas pembatas jalan. Contohnya seperti memberikan fasilitas skybridge yang berhubungan langsung dengan sebuah area tempat menaikan/menurunkan penumpang angkutan umum sehingga jalan raya aktivitas didalamnya tidak terganggu oleh orang yang menyebrang atau angkutan yang berhenti di sembarang tempat.Untuk konteks sosial sendiri, diperlukan kesadaran masyarakat yang menggunakan Jalan Margonda ini agar selalu tertib saat berkendara dan mungkin pendapat pribadi sendiri, kurangi menggunakan mobil pribadi jika hanya berkendara sendirian. Hal kecil bisa membuat perubahan besar.
            Penghijauan untuk setiap sisi jalan mungkin sangat diperlukan, tidak hanya dipinggir jalan, tetapi pembatas tengah jalan juga perlu dihijaukan, karena selain menjadi peneduh, pohon juga bisa menjadi peresap untuk air dan juga sebagai paru – paru kota Depok sendiri.


BAB IV

PENUTUPAN


4.1.        KESIMPULAN
 Kritik adalah masalah penganalisaan dan pengevaluasian sesuatu dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu memperbaiki pekerjaan. Ada beberapa metode kritik yang sering dipakai diantaranya; Kritik Normatif, Kritik Interpretif, Kritik Impression, dan Kritik Deskriptif. Jenis kritik tersebut memiliki pengertian yang berbeda – beda.
Kota Depok merupakan sebuah kota yang terletak di perbatasan Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat. Kota Depok dalam konteks arsitektur kota sedang mengalami pembangunan yang signifikan. Jalan Margona Raya merupakan Jalan Utama untuk Kota Depok sendiri tidak lepas dari perkembangan kota Depok. Banyaknya pembangunan gedung vertikal di kawasan jalan Margonda Raya ini bisa menjadi contoh perkembangan kota Depok.
Perkembangan kota sendiri tidak luput dari permasalah kota yang ada. Dalam penulisan ini, penulis membahas tentang infrastruktur yang berfokus pada infrastruktur Jalan Margonda Raya mulai dari persimpangan Juanda sampai ke Tugu Jam Depok. Permasalahan yang dibahas yaitu permasalahan yang menyangkut pedestrian (jalur pejalan kaki) dan akses Jalan Raya itu sendiri.
Permasalahan pedestrian yang dibahas yaitu tentang kelayakan fungsi dari pedestrian. Pedestrian di bahu jalan tersebut masih banyak yang rusak, walaupun sekarang sudah mulai direnovasi. Selain material untuk step pedestrian yang rusak dan kurang estetis, kurangnya penerangan di areal pedestrian juga menjadi perhatian. Kurangnya penerangan membuat pedestrian pada malam hari tidak terlihat indah. Selain itu penghijauan juga dirasa perlu diberikan di areal pedestrian, berguna sebagai peneduh dan penambah oksigen kota.
Permasalahan jalan raya sendiri tidak luput dari kemacetan yang diakibatkan oleh banyaknya faktor seperti angkutan yang berhenti disembarang tempat, pejalan kaki yang menyebrang sembarangan..
Solusi untuk kedua isu di atas bisa berupa sebuah tindakan pemerintah untuk lebih memperhatikan penataan ruang jalan Margonda ini, tidak hanya jalan rayanya saja, tetapi infrastrukturnya juga harus diperhatikan.Untuk areal pedestrian mungkin disarankan membenahi elemen – elemen yang rusak dan me-maintance dengan baik, juga member sentuhan Hardscape seperti bangku untuk istirahat dan lampu penerang pedestrian, serta penghijauan disepanjang pedestrian tersebut. Untuk mengurangi kemacetan sendiri bisa dengan membuat sebuah fasilitas penyebrangan seperti tunnel atau JPO di berbagai titik rawan macet, memberikan juga sebuah fasilitas untuk angkutan umum dimana mereka harus berhenti.

4.2.        SARAN

Saran saya sebagai penulis, pembenahan sebuah kota perlu perencanaan yang matang. Tidak hanya pemerintah, urban planner, arsitek, atau pejabat saja yang berpartisipasi dalam pembenahan, tetapi peran masyarakat juga diperlukan agar kota beserta infrastrukturnya bisa berkembang dalam fungsi maupun estetika.

DAFTAR PUSTAKA



File PDF bisa di download di SINI